Esai Sastra: Pengajaran Bahasa Kompleks

Seorang sastrawan, Octavio Paz pernah mengatakan bahwa sastra adalah ekspresi perasaan dan
jalan lain melawan sesuatu rasa yang hilang. Sastra adalah apa yang membuat kita menjadi
manusia. Ini adalah jalan keluar melawan kebisingan dan keheningan yang tak berarti dari alam
sejarah.


Saat mendengar kata sastra yang terngiang adalah sebuah keindahan bahasa. Berangkat
dari itu, tidak sedikit para penikmat sastra selalu menunggu karya-karya indah lainnya. Selain
untuk menghibur, sastra juga dijadikan sebagai wadah untuk mengeskpresikan diri secara lisan
maupun tulisan. Bagi pelajar, sastra adalah sesuatu hal yang menarik perhatian jika diaplikasikan
dengan tepat. Sebuah langkah yang tepat bagi pegiat pendidikan dalam menempatkan sastra
sebagai bagian dari kurikulum pembelajaran dengan mencantumkan materi sastra di dalam bukubuku ajar.
Sastra berfungsi sebagai media pendidikan, hiburan, membentuk kepribadian, serta
menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra membuat amanat lisan dan
pembentukan kepribadian anak serta mengembangkan imajinasi dan ketrampilan. Hiburan dalam
sastra dapat membuat anak bahagia atau senang membaca, mendengarkan, dan mendapatkan
kepuasan batin, sehingga menuntun kecerdasan emosinya.


Bacaan yang dikonsumsi anak akan berpengaruh terhadap perkembangan sikap, mental
dan prilaku anak. Perkembangan anak akan berjalan wajar dan sesuai dengan periodenya. Buku
ajar bahasa Indonesia tingkat SMP/MTS pada kurikulum 2013 sudah menyuguhkan materi sastra
sesuai dengan usia. Empat keterampilan berbahasa yang dikembangkan oleh para ahli bahasa,
yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis ternyata dalam pengajaran
sastra sudah disajikan dengan sangat kompleks.


Pada jenjang kelas VII, terdapat sastra dalam teks cerita fantasi dan cerita fabel. Kedua
teks cerita ini adalah dua cerita yang sangat disukai oleh anak-anak pada umumnya. Mengingat
anak kelas VII adalah anak-anak yang baru berpindah dari kelas sekolah dasar dengan sikap serta
emosi yang masih senang dengan hal-hal yang menghibur, seperti hal-hal yang mengandung
keajaiban. Pada tahap ini, anak-anak akan lebih tertarik mendengarkan cerita langsung dari guru
dan menonton secara langsung, seperti menonton cerita fantasi.


Di kelas VIII anak-anak sudah mulai disuguhkan dengan teks drama. Kita ingat lagi
bahwa jenis karya sastra ada tiga, yakni prosa, puisi dan drama. Kita kembali lagi melihat usia
anak kelas VIII yang sudah mulai menginjak masa peralihan dari anak-anak ke remaja. Pada usia
ini, anak-anak sudah mulai senang membaca dan menonton tayangan drama-drama seusia
mereka dan terkadang mengikuti dialog-dialog yang ditonton serta dibacanya.
Cerita pendek dan cerita inspiratif sudah masuk di ranah kelas IX SMP. Di sinilah
dimunculkan kreativitas dan imajinasi anak untuk mengeksplorasi kemampuannya. Pengalamanpengalaman pribadi serta rekaman-rekaman dari bacaan serta tontonan dapat dikembangkan
melalui tulisan sastra. Usaha pembelajaran sastra sudah sangat kompleks dalam mengupayakan
ketercapaian empat keterampilan berbahasa, namun tidak dapat dipungkiri bahwa fakta
sesungguhnya, hal yang sedemikian kompleks masih belum mencapai target. Bukan dari siswa
melainkan dari guru itu sendiri. Krativitas guru dalam mengajarkan sastra masih monoton, hanya
terpaku oleh bacaan yang ada dalam buku ajar. Seperti yang kita tahu bahwa cerita atau teks
sastra di dalam buku ajar masih terbatas.


Contoh-contoh sastra yang mudah diterima anak dalam masa perkembangan ini, seperti
Bawang Merah dan Bawang Putih dan Singa dan Tikus, Cinderella. Cerita seperti ini jika
disuguhkan dalam pembelajaran sastra, anak-anak tidak hanya merasa terhibur, tetapi juga akan
mampu membangkitkan imajinasi mereka. Selain itu, mereka akan mampu menemukan sendiri
nilai-nilai sikap yang harus mereka miliki dan tidak patut mereka miliki. Secara sadar maupun
tidak sadar, anak-anak memang lebih suka membaca cerita daripada buku pelajaran ataupun
buku motivasi pembentuk karakter. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peminat bacaan sastra
digital gratis, seperti fizzo novel.
Kita sebagai pegiat bahasa, sastra dalam pendidikan harus mampu mewujudkan empat
keterampilan berbahasa, yakni (1) membaca karakter anak; membaca karakter anak dimaksudkan
untuk mengetahui hal apa yang cocok dan tepat disajikan untuk anak atau pelajar, (2)
menentukan target; yang dimaksdkan target ialah nilai yang ingin ditanamkan dalam seoarang
anak, apakah itu karakter, kepribadian, atau bahkan hanya ingin memberikan hiburan, (3)
memilih sastra yang tepat; sastra yang tepat disesuaikan dengan usia, dan tartget yang sudah
ditentukan di awal, (4) menentukan metode yang tepat; metode penyampaian sastra ditentukan
oleh situasi, kondisi, dan karakter anak, bisa dengan audio atau audio-visual, dan (5) menjadi
fasilitator yang fleksibel; guru harus menjadi seseorang yang fleksibel agar anak nyaman dalam
menikmati sastra.


Begitulah sastra memberikan manfaat bagi penikmat, baik untuk kalangan pelajar
maupun khalayak umum. Penikmat sastra bisa mendengarkan karya sastra, penikmat dapat
mengomunikasikan karya sastra, dan penikmat juga dapat membaca karya sastra. Akhirnya,
penikmat sastra tidak hanya menikmati, tetapi juga dapat menjadi bagian dari pencipta sastra